Wednesday, March 13, 2013

GAYA BATU... (part 1)

Bisikan Malaikat Air
Entah kenapa setiap melihat kolam renang atau air laut yang bening, hati ane tidak pernah bergetar untuk segera menyeburkan diri dan menikmati kesejukan air itu. Yang ada malah otak serasa beku, hati menciut, dan kaki buru-buru melangkah mencari tempat yang sejuk dipinggiran kolam atau pantai, lalu kemudian dengan santai menyaksikan wajah-wajah yang berbahagia yang sedang menikmati air. Mungkin ini yang namanya terkena trauma, entah takarannya masih "cemen" atau malah sudah akut.

Kalau bicara trauma dengan kolam renang mungkin saja benar. Aku ingat ketika masih ingusan sering di ajak almarhum Bapakku berenang di Ancol, yang pada jaman itu - tahun 1970-an merupakan satu-satunya kolam renang terbesar di Jakarta. Beberapa kali pergi kesana tidak membuatku pandai untuk menaklukkan air. Masalahnya pada saat itu aku lebih senang mencibak-cibakan kaki di air, atau duduk santai di atas ban pelampung. Yang mengasyikkan lagi adalah berdiri di bawah air terjun dan merasakan jatuhan air yang terasa memijat seluruh tubuh. Nikmat deh. Kegiatan lain adalah tertawa menerjang arus ombak (wow seperti di laut), atau lomba menahan nafas dengan kepala di dalam air. Tapi bukan berenang...

Nah, sekali waktu pernah aku dan adikku Bertha dengan pedenya berlari-lari kecil dari pinggiran kolam dewasa yang ada air terjunnya dan kemudian langsung menyeburkan tubuh ke dalam air. Byuuurrr... Aku tidak menyangka kalau sisi kolam yang kami masuki ternyata "benar-benar" untuk orang dewasa alias dalam... Tubuh kecil kami berdua langsung tenggelam di dalam air. Kaget dan panik aku berusaha meronta-ronta. Dan semakin dalam tubuhku masuk ke dalam air. Aku berusaha berteriak minta tolong, namun malah semakin banyak air yang kutelan. Untunglah pada saat aku mulai kehilangan kesadaran, tiba-tiba tangan malaikat eh tangan Bapakku mengangkat kami berdua dari dalam air. Syok, tentu saja.

Nah, semenjak peristiwa itulah aku takut berenang. Bapakku beberapa kali berusaha mengajariku berenang, namun sepertinya sia-sia. Padahal adikku itu langsung pulih, dan kemudian belajar dan langsung pandai berenang. Demikian juga pada saat aku mengikuti pelajaran olah raga baik di SMP dan SMA, yang salah satunya adalah praktek berenang (dulu ke Gelanggang Otista atau Planet Senen), tetap tidak mampu membuatku pandai berenang. (Tapi kok tetap bisa dapat nilai ya..? Baik bener nih Guru Olahragaku... :-))

Dengan berjalannya waktu, kalau pun akhirnya "terpaksa karena dipaksa" menyeburkan diri ke kolam, tetap tidak bisa terlalu menikmati  dingin dan beningnya air seperti mereka yang sudah jago berenang, yang bolak-balik meluncur di air bagaikan duyung raksasa. Yup, aku memang tidak bisa berenang saudara-saudara... Artinya: 1. ane tidak bisa mengapung; 2. tidak bisa bernafas di dalam air; 3. tidak bisa meluncur di air; 4. apalagi berenang dengan segala macam gaya.... Ujung-ujungnya, kalau pun memaksa untuk mencoba berenang, rasanya kok badan malah terasa berat (akhirnya tenggelam), kaki tidak bisa digerakkan (akhirnya tenggelam), tidak mampu mengambil udara (karena kepala tidak muncul di atas air), dan gaya yang dipakai  pun tidak pernah berubah, yakni gaya batu. Alias, cuma bisa tenggelam! Paraaahh...

Sekian puluh tahun setelah peristiwa Ancol, dan sudah hampir kepala 5 tapi aku bisanya tetap cuma cebar-cebur. Malu juga sih kalau setiap main air, beraninya cuma yang dikedalaman berkisar 0,5 meter s/d 1,5 meter.  Di kolam yang kedalaman 1,8 meter aja sudah pasang bendera putih, alias menyerah, soalnya dalamnya kolam sudah melebihi tinggi tubuh sih, jadi udah langsung keder dan otak berteriak "oh no...". Apalagi kalau mesti di kolam dua meter-an ke atas, mending disuruh bunuh diri aja deh. Habisnya kan sama aja bakal sama-sama say good-bye kepada dunia.. Yang satu gara-gara mati tenggelam (karena tidak bisa berenang), yang lainnya karena sukarelah melepas nyawa sendiri. Hikkkss...

Entah "malaikat" mana yang berbisik ditelinga ketika sebulan lalu sedang merancang acara travelling kok tiba-tiba kepengen snorkeling di Bunaken, Manado... Terus tau-tau agendanya bertambah untuk pergi ke Wakatobi, Kepulauan Tukang Besi yang ada di Sulawesi Tenggara. Walaaah, semua orang di jagad raya ini pasti taulah yang namanya  berwisata ke Bunaken atau Wakatobi atau Raja Ampat, atau tempat wisata laut lainnya, yah tujuan utamanya adalah menikmati acara "wisata di dalam air", seperti berenang, snorkelling atau... menyelam. Lha ini boro-boro menyelam, berenang aja masih gaya batu. Mau snorkeling? Yah sama aja, minimal harus bisa menggerakkan badan di air... Apalagi arus laut kan beda dengan kolam renang alias butuh teknik tersendiri supaya tetap selamat menikmati air dan ombak. Kalau tidak yah mending "ke laut aja lu" alias wasalam..



Mungkin karena malaikat pelindung memberikan bisikan yang memunculkan motivasi kuat, hati kok jadi mantap untuk pergi ke dua tempat ini. Pengumuman sodara-sodara, perjalanan "ekstrim" ini dilakukan sehubungan perayaan ultah tahun ini yang kepengen merasakan sensasi perjalanan yang berbeda. Oh iya, cerita seru mengenai perjalanan mengelilingi Sulawesi dapat dibaca di blog: travelacakadut.blogspot.com. (Perjalanan akan dilakukan mulai tanggal 20 Juni hingga 2 Juli 2013, sekitar 2 minggu. Jadi cerita baru bisa ditulis pada bulan Juli 2013).

Mulailah otak berpikir keras dan logika mulai di-set up sistem navigasinya bagaimana supaya nantinya bisa benar-benar pol menikmati keindahan laut di dua tempat tersebut. Eureka! Mau ga mau, suka ga suka, wajib-kudu-mesti-harus belajar berenang. Titik. Lalu acara gogling pun dimulai. Tulisan mengenai berbagai cara dan teknik belajar berenang untuk pemula (bahkan untuk anak-anak - yaikks) dengan rakus dibaca. Sebagian dicatat, sebagian dihapal (kayak mau ujian) untuk dilaksanakan di kolam renang...

Latihan 1 - 2: Dugong Raksasa
Sabtu tanggal 2 Pebruari 2013, pukul 07.30 WIB sudah menuju Taman Bunga Widalatika Cibubur. Inilah hari pembuktian itu, bahwa tidak boleh setengah hati untuk melakukan persiapan. Setelah membeli tiket masuk (Rp 20.000), ane pun bergegas menuju area kolam renang yang berada 50 meter di sisi kiri dari loket tersebut. Di depan pintu masuk kolam renang, sudah terparkir beberapa mobil pengunjung. Wah pagi-pagi sudah ramai juga yang datang. Benar saja, setibanya di dalam area terdengar suara dan tawa mereka yang sedang menikmati jernihnya air. Ane bergegas menuju kamar ganti dan kemudian menitipkan tas bawaan ke loket penyimpanan yang terletak di sebelah kiri tangga menuju kolam renang. Handuk dan sandal yang dibawa ane letakkan di atas bangku semen berwarna hitam. Mata langsung tertarik pada jernihnya air di kolam utama yang berukuran olimpiade itu. Beberapa orang terlihat sudah asyik berenang. Di bagian pinggir kolam yang lebih dangkal dan ada tangga besinya seorang anak sedang serius mendengarkan instruksi pelatihnya. Di sisi kolam yang lain, seorang Bapak Tua sedang belajar berjalan di air dengan sebuah pelampung oranye melilit ditubuhnya didampingi seorang terapis. Yang tidak berenang asyik memperhatikan dari kursi-kursi yang berada di pinggiran kolam.


Walau mata sejuk memandang bersihnya kolam renang, tapi hati langsung menciut dan rasa malu mulai menghinggapi. Kayaknya belum pede deh bergabung di kolam utama itu, apalagi nanti ditontonin (teryata) baru belajar berenang... Akhirnya ane melirik kolam anak-anak yang ada di sisi lain, wah kebetulan lagi sepi. Buru-buru deh berjalan ke kolam itu, dan langsung menyebur ke air yang  jernih yang tingginya cuma sampai setengah paha. Beberapa kepala tampak sekian menit memperhatikan ketika ane berjalan ke sana, tapi EGP deh... Namanya juga usaha.

Di dalam air dangkal ini, ane coba mengingat-ingat teori dari internet yang kemaren dibaca dan dihapal. Ehmm.. Pertama-tama, belajar latihan nafas dan belajar terapung. Untuk berlatih bernafas di dalam air, kepala dan badan harus berada di dalam air. Awalnnya cukup susah memasukkan badan dan kepala ke dalam air, secara ini kolam cuma 50 cm tingginya. Namun, setelah beberapa kali usaha, akhirnya bisa juga. Sesuai teori yang dibaca, ane berlatih mengambil udara dengan mulut dan mengeluarkannya dari hidung. Itu terus berulang-ulang. Pff, pff, lumayan capek juga, bahkan sekali sempat tersendak, dan air kolam ada sedikit tertelan. Setelah istirahat sejenak, mulailah mencoba latihan mengapung. Wah, ini lebih susah lagi, karena kaki dan badan terlalu dekat dengan dasar kolam, sehingga selalu menyentuh lantai betonnya. Mencoba beberapa kali tetapi gagal, alias seluruh badan selalu jatuh ke dalam kolam. Yah, namanya juga manusia uzur yang baru belajar, mana bisa langsung lulus. Kalau anak ikan sih keluar dari telur induknya ga usah diajarin udah langsung berenang-renang. Karena badan udah mulai capek dan kaki sedikit kram (!) akhirnya acara belajar hari ini disudahi. Yah sekitar satu jam berada di dalam air, cuma terganggu sedikit oleh kedatangan seorang anak yang cuma berendam-rendam - tapi matanya terus memperhatikan "dugong raksasa" yang tak bisa bergerak di air, dan seorang anak balita yang bolak-balik meluncur dari papan peluncur di pinggiran kolam sambil ditemani ayahnya (yang keliatan sedikit mesem-mesem).


Di Sabtu depannya, atau latihan ke-2 acara di kolam renang yang sama, kali ini ane mulai memberanikan diri untuk meninjau kolam utama. Ane perhatikan ternyata "wilayah kedalaman" kolam tersebut terbagi 3, yaitu dipinggir paling kanan dan paling kiri adalah yang paling dangkal, yaitu 1,2-1,5 meter, makin ketengah 1,8-2 meter dan yang ditengah 2,5-2,8 meter. Area paling aman menurut versi ane yah yang 1,2 meter :-)), karena masih sebatas setinggi dada. Kalau yang 1,5 meter kepala sudah hampir kelelep, karena sama dengan tinggi badan. Kalau lebih dari itu sudah pasti kelelep sempurna. Jadi yah ane cari yang aman dulu deh, namanya juga baru belajar.

Hari itu kebetulan zona aman sisi ujung kanan ada beberapa ibu-ibu lansia yang sudah cebar-cebur di air. Ternyata mereka sedang latihan berenang juga. Hihihihi... akhirnya dapat juga teman senasib. Tanpa malu-malu lagi ane menuruni tangga kolam untuk masuk ke air. Seorang ibu yang sedang bersandar dipinggiran kolam langsung menyapa, "Berenang juga bu..?". Kalau melihat dari "basahnya" tubuh dan wajahnya, minimal sudah beberapa menit beliau berada di dalam air. Ternyata benar saja. Ibu-ibu ini merupakan satu rombongan yang berasal dari daerah Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Tiap sabtu pagi mereka selalu mengusahakan untuk datang ke Cibubur untuk melatih otot-otot tubuh, dan sekaligus menikmati pemandangan hijau di taman wisata ini.

Setelah berbincang sejenak dengan mereka, ane mulai melakukan latihan. Yang pertama adalah cara mengambil nafas dalam air. Ambil udara dengan mulut, kemudian kepala masukan kedalam air. Tidak berapa lama muncul gelembung-gelembung udara dari hidung, tandanya kepala harus muncul lagi ke atas air. Ambil lagi udara dengan mulut, masukan kepala ke air. Demikian berulang-ulang. Paru-paru mulai mengap-mengap, jantung berdetak kencang. Wah, memang tidak mudah menjadi "ikan". Capek bo....

Setelah beberapa menit, ane kemudian coba tahap kedua, yakni belajar mengapung. Kali ini dengan tangan memegang pinggiran kolam, lalu kaki ditarik kebelakang dan badan diluruskan. Pelan-pelan pegangan tangan dilepaskan, dan... badan langsung masuk ke dalam air. Tenggelam. Coba lagi. Bleeeep... Tenggelam lagi. Susyahhh.... Usaha yang ketiga tetap belum berhasil. Yang ke empat setengah berhasil. Yang kelima, tenggalam lagi karena kecapean. Faktor "U" ternyata besar pengaruhnya. Akhirnya ane menyandarkan diri ke dinding kolam. Sambil beristirahat, ane coba memperhatikan gaya beberapa orang yang sudah jago berenang untuk menambah referensi. Seorang Ibu ikut beristirahat di pinggir kolam. Beliau sudah berumur 60 tahun dan seumur hidupnya tidak bisa berenang. Namun demi alasan kesehatan beliau rela menyemplung ke air setiap minggu. Good job, bu...

Matahari mulai terasa terik dan rombongan ibu-ibu itu satu persatu mulai keluar dari kolam dan menuju ruang bilas. Ane juga menyudahi acara latihan otodidak hari ini, dengan satu tekad minggu depan harus kembali. Air harus bisa ditaklukan... (eh bisikan malaikat lagi tuh...)

Lanjut ke entry berikutnya ya.

(Foto dari berbagai sumber, courtesy google images).